Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Sunan Drajat Raden Qasim , Putra Sunan Ampel Yang Kedua

 

wali songo, sunan drajat
Raden Qasim
Sunan Drajat

Sunan Ampel memiliki 2 istri dari kedia istrinya sunan Ampel memiliki 5 anak, 3 putri dan 2 putra, putra pertamanya yang merupakan anak ke empat bernama raden makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Sedangkan putra terakhir atau bunsunya bernama Raden Qasim (Sunan Drajat).

Sebagaimana yang telah di jelaskan di cerita sebelumnya yang berjudul Kisah Sunan Bonang (Raden Makdum Ibrahim) Putra Sunan Ampel bahwa Sunan Ampel memerintah sunan Bonang untuk berdakwah di daerah Tuban. Dan kini Raden Qasim di perintahkan untuk mengikuti jejak kakaknya untuk berdakwah menyiarkan agama Islam di tanah jawa, setelah melewati perundingan antara Sunan ampel dan raden Qasim, akhirnya Sunan Ampel memutuskan Raden qasim berdakwah ke daerah antara Gresik-Tuban.

Pada hari yang ditentukan Raden Qasim dan para santri Sunan ampel berlayar menggunakan perahu, diperjalanan Raden Qasim singgah ke daerah Gresik untuk berdilturahmi ke Sunan Giri di Giri Kedaton. Sunan Giri pun senang mendengar kabar kalau Raden Qaim di perintah oleh sunan ampel utuk berdakwah, Sunan giri juga memberikan gambaran masyrakat yang akan di dakwahi oleh Raden Qasim.

Dari gambaran yang diberikan Sunan Giri Raden Qaim merasa sangat terbantu, Raden Qasim pun melanjutkan perjalanan, selang beberapa lama perahiu berlayar ada angin dan badai yang menerjang perahu Raden Qaim, perahu itu pun hancur dan Raded Qasim beserta para santri berenang ketepian sebuah, tak lama kemudian puing-puing perahu itupun mendarat di tepi yang sama dan daerah itu pun di sebut ciciran yang artinya terdapat puing-puing perahu yang terdamoar. kemudian disempurnkan nama itu menjadi Paciran.

Setelah istirahat beberapa lama dan berkenalan denganmasyrakat setempat, Raden Qasim mendapat informasi bahwa Tuban masih jauh dari desa PAciran, akhirnya Raden Qaism memutuskanuntuk tidak ke Tuban tetapi berjlan ke arah timur, lalu singgah di sebuah desa yang bernama Jelaq dan menetap disitu cukup lama. 

Sebelum memberikan ajaran Islam, Raden Qasim melakukan pendekatan kepada masyrakat dengan membagikan ilmu pengetahuan. Ia menjelaskan beberapa ikan yang berbahaya jika dimakan, diantaranya Ikan talang, Ikan buntek, dan hewan laut yang disebut mimi.

Orang-orang menganggap Raden Qasim sangat pandai dibidang kelautan, karenanya mereka kemudian segan dan nasih Raden Qasim selalu dituruti oleh para nelayan.

Dalam menyiarkan agama Islam Raden Qaim tidak langsung mengajarkan tentang syariat Islam akn tetapi Raden Qasim melakukan pembinaan Akhlaq terlebih dahulu, Raden Qasim juga menciptakan tembang (Syair) untuk sarana budi pekerti luhur tembang itu berbunyi :

Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, menehono busono marang wong kang mudo, menehono ngiyup marang wong kang kudanan, 

Yang memiliki makna : 

  • Menehono teken marang wong kang wuto artinya berilah tongkat pada orang buta, maksud buta dikalimat itu adalah bukan hanya buta mata, tetapi memiliki makna orang yang bodoh, orang yang meminta nasihat. sedangkan maksud memberi tongkat dikalimat itu bukan sekedar membantu tetapi memiliki mkana memmberi nasihat, petunjuk, ilmu kepada orang yang membutuhkan.
  • Menehono mangan marang wong kang luwe artinya berilah makan kepada orang yang lapar, maknanya jangan memiliki sifat pelit, kedepankan sifat berbagi antar sesama dalam islam disebut sedekah.   
  • Menehono busono marang wong kang mudo artinya berilah pakaian kepada orang telanjang. maknanya harus menjaga aib antar sesama manusia.
  • Menehono ngiyup marang wong kang kudanan artinya memberi perlindungan kepada orang yang kehujanan, maknanya adalah memberikan perlindungunan kepada orang yang terkenda musibah
Raden Qasim pun menambahkan bahwa Makna dari tembang tersebut ada dalam ajaran Islam. Kemudain sebagian masyarakatpun menerapkannya tanpa masuk Islam, namun ketika dirasakan bahwa aharan yang dibawa Raden Qasim bisa membuat damai dalam hidup, mereka pun dengan tidak ada paksaan masuk memeluk agama islam.

Semakin lama semakin banyak yang memeluk agama Islam, Raden Qasim pun membangun sebuh masjid disebuah bukit, tempat itu dinamakan dalem duwur. samapi Raden Qasim wafat pun dikebumikan di dalem duwur.

Karena bertempat dibukit, maka orang-orang menebut Raden Qasim Sunan Drajat (Orang arif bertempat tinggal di tempat yang tinggi).