Pabrik Batik di Parung Panjang Terbakar
PARUNGPANJANG - Ditengah gencarnya isu pencemaran Kali Cimatuk, tiba - tiba musibah datang. Salah satu dari 9 pabrik batik di Desa Lumpang terbakar. Akibatnya, seorang pemilik perusahaan konveksi produksi kain batik Atiyong (40) mengalami kerugian materi senilai ratusan juta rupiah.
Kebakaran tersebut tapatnya terjadi di Kampung Lumpang RT 02
RW 03 Desa Lumpang, Kecamatan Parungpanjang, sekitar pukul 17.30 WIB dan diduga
akibat kebocoran pada tabung gas di salah satu ruangan cetak pada, Senin
(8/10).
Banyaknya kain dan bahan yang mudah terbakar, membuat api
dengan cepat merambat ke berbagai ruangan lainnya. Kobaran api yang terus
membesar terus membakar apa saja yang ada dalam pabrik tersebut.
Kepulan asap hitam pekat membumbung tinggi seiring tiupan
angin. Para pekerja di pabrik konveksi itu berhamburan keluar setelah melihat
api mulai merambat. Meski dalam keadaan panik, para karyawan berusaha
menyelamatkan beberapa bahan-bahan kain batik. "Kami hanya bisa
menyelamatkan yang bisa kami bawa." Ujar seorang karyawan yang enggan
disebutkan namanya.
Dikonfirmasi hal ini, Kanit Reskrim Polsek Parungpanjang
Iptu Irwan Alexander membenarkan peristiwa kebakaran pabrik yang memproduksi
kain batik tersebut. Menurutnya, kejadian itu diduga berasal dari kobocoran
tabung gas.
Dia menegaskan, dari keterangan kedua saksi yaitu Toni (53)
seorang pekerja pabrik Toni dan adik kandung pemilik pabrik bernama Rudi (32),
kebakaran pabrik diduga kuat akibat kebocoran tabung gas diruangan cetak,
sehingga tabung gas tersebut meledak sehingga terjadi kebakaran.
"Kemudian api membakar kain-kain dan bangunan yang ada
didalam pabrik. Tidak ada korban jiwa, namun diperkirakan kerugian mencapai 700
juta rupiah," pungkasnya.
Diketahui, meski
operasional perusahaan batik di Desa Lumpang, Kecamatan Parungpanjang, sudah di
segel Satpol-PP Pemkab Bogor pada, Selasa (17/7) lalu, namun warga sekitar yang
wilayahnya dilintasi aliran air sungai tersebut mengaku masih resah.
Pasalnya,
limbah pabrik konveksi kain batik yang di buang ke dasar kali itu tetap
mengalir dan mengendap di kali Cimatuk, sehingga air berubah warna menjadi
hitam pekat dan berdampak ikan-ikan di sungai tersebut mati.
Menurut warga,
pencemaran di Kali Cimatuk sudah terjadi sejak lama bahkan puluhan tahun. Namun
adanya pencemaran baru mencuat setelah smSatpol- PP Pmkab Bogor, melakukan
sidak ke kolam penampungan limbah yang mengalir kedasar kali, beberapa bulan
lalu
Ya,
kondisi kali Cimatuk yang
berubah warna menghitam akibat tercemar limbah pabrik batik, membuat warga
tidak bisa menggunakan air untuk mandi dan mencuci. Bahkan meski berbahaya,
para petani di desa tersebut terpaksa menggunakan air dari kali itu karena
tidak adanya lagi sumber air yang dekat.
Dikonfirmasi hal ini, Kepala
Bidang Penegakan Perundang - Undangan Satpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridho
menjelaskan, pihaknya sejak Bulan Juli 2018 telah melakukan pemeriksaan
terhadap usaha konveksi batik tersebut.
"Ada 9 pabrik disana. Ada yang
sudah punya izin dan ada yang belum. Tapi semuanya belum mempunyai instalasi
pengelolaan air limbah (IPAL). dan hasil pemeriksaan itu sudah kami dapatkan
dengan DLH, Pemerintah Kecamatan dan pihak lainnya " ujar Agus Ridho.
Dia mengungkapkan, dari hasil
rapat diketemukan fakta bahwa sebagian besar pekerja adalah warga sekitar dan
mereka meminta agar operasional pabrik jangan ditutup dulu. Dari hasil rapat
koordinasi, akhirnya diberi kesempatan selama 1 bulan untuk mengurus izin dan
membuat IPAL.
"Kesempatan bulan pertama
sudah lewat dan tidak ada progres tapi mereka minta waktu lagi 1 bulan. Nah
saat ini kami belum memutuskan apa-apa, karena harus ada rapat koordinasi lagi.
Apakah nanti akan diperpanjang atau ditutup," paparnya.
Terpisah, Kepala Desa Gintung Cilejet Tajudin Hasan meminta Dinas lingkungan hidup
(DLH) dan Satpol PP Kabupaten Bogor, agar transparan serta mempublikasikan
hasil sidak terkait limbah usaha batik yang mencemari kali Cimatuk.
Menurutnya, keterbukaan informasi
dari pihak berwenang di Pemkab Bogor akan membantu penyelesaian permasalahan
pencemaran kali Cimatuk yang sudah lama terjadi. Dia juga mengatakan, selama
ini justeru pihak pemerintah desa yang sering jadi sasaran protes
warga Desa Gintung Cilejet yang terkena dampak pencemaran limbah komveksi
produksi batik tersebut.
"Kami menyambut baik
atas adanya tindakan dari Dinas LH dan Satpol PP yang turun langsung untuk
mengatasi adanya keluhan dari warga soal pencemaran kali Cimatuk akibat limbah
produksi batik tersebut. Namun kami meminta DLH dan Satpol PP juga
mempublikasikan hasil dari sidaknya ke pabrik batik tersebut, agar tidak adanya
kecurigaan di tengahmasyarakat," cetus Tajudin Hasan kepada awak media,
Minggu (7/10).
Tajudin menegaskan, kedatangan para petugas yang berwenang di bidang lingkungan hidup dan penegakan peraturan daerah ini, harus bisa membawa penyelesaian terhadap masalah pencemaran yang dikeluhkan warganya.
Tajudin menegaskan, kedatangan para petugas yang berwenang di bidang lingkungan hidup dan penegakan peraturan daerah ini, harus bisa membawa penyelesaian terhadap masalah pencemaran yang dikeluhkan warganya.
Dia mengungkapkan, pencemaran
kali Cimatuk sudah terjadi bertahun - tahun dan secara terun menerus tanpa ada
penyelesaian, sehingga air kali Cimatuk terus tercemar dan berubah warna
menjadi hitam.
"Dulu seorang Camat
Parungpanjang juga pernah turun ke lokasi, setelah ada demo warga, tapi tetap
enggak ada hasilnya. Jadi selama para pelaku usaha batik tidak ada pengolahan
limbah dan tidak mengindahkan peraturan dan perizinan, lebih baik ditutup dulu
saja," tandasnya.
Sementara Asep Warlan, pengamat lingkungan hidup dari
Universitas Parahiyangan Bandung yang dimintai pendapatnya terkait hal ini
mengatakan, para pelaku pencemaran lingkungan, sebenarnya bisa dikenakan dua
sangsi yaitu sangsi administrasi dan sangsi pidana tergantung tingkat dan
dampak pencemaran yang dilakukannya.
"Makanya diperlukan pengawasan ketat dari masyarakat,
aparatur pemerintah serta penegak peraturan atau hukum. Misalnya, Petugas
Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD), Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
dan aparat Polri, jika memang sudah masuk ranah pidana," paparnya.
sumber... koran Harian Pakuan Raya ( PAKAR )